Rangkuman Buku Ilmu Negara Karya Prof. Dr. Ni'matul Huda, S.H., M.Hum Bab I

 

Rangkuman Bab I

A. Istilah dan Pengertian

            Istilah negara diterjemahkan dari bahasa asing, yaitu staat (bahasa Belanda dan Jerman), state (bahasa Inggris), etat (bahasa Prancis). Anggapan umum mengatakan kesemua istilah ini merupakan peralihan dari kata bahasa Latin status atau statum.

            Secara etimologis, kata status tersebut merupakan suatu istilah abstrak yang menunjukkan keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap itu.

            Kata “negara” mempunyai dua arti. Pertama, negara adalah masyarakat atau wilayah yang merupakan satu kesatuan politis. Kedua, negara adalah lembaga pusat yang menjamin kesatuan politis itu, yang menata dan dengan demikian mengusai wilayah itu. Dalam ilmu politik, negara diartikan sebagai agency (alat) dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat.

            Istilah “ilmu negara” diambil dari istilah bahasa Belanda Staatsleer yang diambil dari istilah bahasa Jerman, Staatslehre. Dalam bahasa Inggris disebut Theory of State atau The General Theory of State atau Political Theory, sedangkan dalam bahasa Prancis dinamakan Theorie d’etat.

            George Jellinek (Bapak Ilmu Negara) membagi ilmu negara dalam dua bagian, yaitu (1) ilmu negara dalam arti sempit (staatswissenschaften) dan (2) ilmu pengetahuan hukum (rechtswissenschaften). Rechtswissenschaften meliputi hukum publik yang menyangkut soal kenegaraan, misalnya Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, Hukum Pidana, dsb. Sedangkan untuk staatswissenschaften dibagi lagi menjadi 3 bagian, antara lain :

1. Beschreibende Staatswissenschaft

            Merupakan ilmu kenegaraan yang bersifat deskriptif dan hanya menggambarkan dan menceritakan peristiwa-peristiwa yang terjadi yang berhubungan dengan negara.

2. Theoretische Staatswissenschaft

            Merupakan tindak lanjut dari bahan-bahan yang dikumpulkan oleh Beschreibende Staatswissenschaft. Theoretische Staatswissenschaft mengadakan analisis-analisis dan memisahkan mana yang mempunyai ciri-ciri yang khusus. Kemudian Theoretische Staatswissenschaft mengadakan penyusunan tentang hasil-hasil penyelidikannya dalam satu kesatuan yang teratur dan sistematis.

3. Praktische Staatswissenschaft

            Merupakan ilmu yang bertugas mencari upaya bagaimana hasil penyelidikan Theoretische Staatswissenschaft dapat dilaksanakan dalam praktik dan pelajaran-pelajaran yang diberikan itu semata-mata mengenai hal-hal yang berguna untuk tujuan praktis.

B. Hubungan antara Ilmu Negara dengan Ilmu Politik

            Hoetink mengatakan bahwa objek kajian ilmu negara maupun ilmu politik adalah sama, yaitu negara. Perbedaannya hanya pada metode yang digunakannya saja. Ilmu negara menggunakan metode yuridis, sedangkan ilmu politik menggunakan metode sosiologis.

            Ilmu negara berfokus pada sifat-sifat teoretis tentang asas-asas pokok dan pengertian-pengertian pokok negara. Ilmu politik lebih berfokus pada faktor-faktor yang konkret terutama berpusat pada gejala-gejala kekuasaan, baik mengenai organisasi negara maupun yang memegang pelaksanaan tugas-tugas negara. Oleh karenanya ilmu negara kurang dinamis sedangkan ilmu politik lebih hidup dan dinamis.

C. Hubungan Ilmu Negara dengan Ilmu Hukum Tata Negara

            Ilmu negara merupakan ilmu pengetahuan yang menyelidiki pengertian-pengertian pokok dan sendir-sendi pokok negara yang dapat memberikan dasar-dasar teoretis yang bersifat umum untuk hukum tata negara. Oleh karena itu, untuk dapat mengerti hukum tata negara sudah sewajarnya mempelajari dan menguasai ilmu negara.

            Ilmu negara merupakan suatu pelajaran pengantar dan ilmu dasar pokok bagi pelajaran hukum tata negara. Ilmu negara dapat memberikan dasar-dasar teoretis untuk hukum tata negara yang positif. Hukum tata negara merupakan penerapan atau pelarapan di dalam kenyataan-kenyataan konkret dari bahan-bahan teoretis yang dihasilkan oleh ilmu negara.

 

D. Definisi Negara

1. Negara dalam Konsep Barat

a.) Aristoteles

            Menurut Aristoteles, negara merupakan persekutuan daripada keluarga dan desa guna memperoleh hidup yang sebaik-baiknya. Negara yang dimaksud adalah negara hukum, dimana negara berdiri di atas hukum.

b.) Augustinus

            Augustinus membagi negara atas dua bagian, yaitu negara Civitas Dei (negara Tuhan) dan negara Civitas Terrena atau Civitas Diaboli (negara duniawi atau negara iblis).

            Menurutnya, negara yang paling ideal adalah Civitas Dei dimana ia bukanlah negara dari dunia ini akan tetapi jiwanya sebagian dimiliki oleh beberapa orang di dunia untuk mencapainya. Yang melaksanakannya  adalah gereja yang mewakili negara Tuhan.

c.) Machiavelli

            Dalam paham Machiavelli, negara dipandang sebagai negara kekuasaan. Untuk mencapai tujuannya, raja perlu melakukan tindakan kekerasaan untuk menindas agar ia menjadi penguasa tunggal negara. Negara harus mempunyai alat-alat kekuasaan fisik dan kalau perlu semua alat dapat dipakai asal tujuan itu tercapai walaupun mungkin akan bertentangan dengan perikemanusiaan.

d.) Thomas Hobbes, John Locke, JJ Rousseau

            Ketiga pandangan tersebut mempunyai persamaan yaitu pada konstruksi alam yang membentuk negara melalui perjanjian masyarakat, sedang perbedaannya terletak pada tujuan serta akibatnya.

            Thomas Hobbes memandang negara sebagai monarki mutlak, John Locke memandang negara sebagai monarki konstitusional, JJ Rousseau memandang negara sebagai kedaulatan rakyat. Di samping perbedaannya, ketiga ajaran ini sama-sama berangkat dari negara merupakan suatu kontrak sosial.

e.) Harold J. Laski

            Menurut Laski, negara merupakan suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersfiat memaksa dan secara sah lebih agung daripada individu-individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu. Laski memandang negara sebagai kedaulatan negara.

f.) Max Weber

            Menurutnya, negara adalah satu-satunya lembaga yang memiliki keabsahan untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap warganya.

g.) Robert M. Mac Iver

            Ia menyatakan bahwa negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di dalam suatu masyarakat dalam suatu wilayah berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintahan yang untuk maksud tersebut diberi kekuasaan memaksa.

h.) Logemann

            Menurut Logemann, negara sebagai organisasi kewibawaan yang menyebabkan negara dapat hidup abadi. Jadi eksistensi negara tidak tergantung pada siapa yang memerintah tetapi pada kewibawaan negara yang dengan itu perintahnya ditaati oleh warganya. 

j.) Kranenburg

            Kranenburg mengartikan negara sebagai suatu organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu golongan atau bangsanya sendiri.


2. Negara dalam Konsep Islam

a.) Daulah

            Istilah daulah berasal dari bahasa Arab yakni daulah: kata dari dala-yadulu-daulah = “bergilir, beredar, berputar”. Kata ini dapat diartikan sebagai kelompok sosial yang menetap pada suatu wilayah tertentu dan diorganisasi oleh suatu pemerintahan yang mengatur kepentingan dan kemaslahatan.

            Menurut sejarah, istilah ini pertama kali digunakan dalam politik Isliam ketika kekhalifahan dinasti Abbasyiah meraih tampuk kekuasaan pada pertengahan abad ke-8. Pada masa tersebut, kata daulah diartikan dengan “kemenangan”, “giliran untuk meneruskan kekuasaan”, dan “dinasti”.

b.) Khilafah

            Istilah khilafah mengandung arti “perwakilan”, “pergantian”, atau “jabatan khilafah”. Istilah ini berasal dari kata Arab khalf yang berarti “wakil”, “pengganti”, dan “penguasa”. Menurut Bernard Lewis, istilah khilafah pertama kali muncul di Arabia pra-Islam dalam suatu prasasti Arab abad ke-6 Masehi. Sedangkan dalam Islam, istilah ini pertama kali digunakan ketika Abu Bakar menjadi khalifah pertama setelah Nabi Muhammad SAW.

c.) Hukumah

            Istilah hukumah  bermakna “pemerintah”. Dalam bahasa Persia dibaca dengan sebutan hukumet. Istilah ini lebih berhubungan dengan sistem pemerintahan.

            Menurut Said Agil, konsep negara seperti hakimiyah merupakan produk dari pemahaman yang sangat harfiah terhadap AL-Quran. Konsepsi tersebut menuntut adanya suatu pemerintahan ilahi, yang dalam format kelembagaan negara akan berbentuk negara teokratis.

d.) Imamah

           Munawir Sjadzali dengan mengutip pendapat Mawardi mengatakan bahwa imam adalah khalifah, raja, sultan, atau kepala negara. Dengan demikian, menurut Munawir, Mawardi memberikan juga bagi agama kepada jabatan kepala negara di samping baju politik. Taqiyudin an-Nabhani menyamakan antara Imamah dengan Khilafah.

e.) Kesultanan

            Istilah kesultanan dapat diartikan sebagai wewenang. Kata ini, menurut Lewis, muncul berkali-kali dalam AL-Quran dengan arti “kekuasaan”, kadang-kadang “bukti”, dan yang lebih khusus lagi “kekuasaan yang efektif”, kadang-kadang diberi kata sifat mubin, “wewenang yang jelas”.

0 Komentar