Dilema di Tengah Pandemi COVID-19

Pandemi COVID_19 di Indonesia


Corona Virus Disease 19 atau COVID-19 merupakan wabah yang pertama kali ditemukan di Wuhan, China. Dilansir dari Kompas.com, otoritas China melakukan pelacakan kembali terhadap kasus pertama COVID-19. Hasilnya ditemukan pasien pertama merupakan seorang penduduk Hubei berusia 55 tahun.

Sejak awal kemunculan virus ini, telah memicu beragam reaksi berbagai negara di dunia khususnya negara-negara Asia. Negara-negara yang berdekatan dengan wilayah Tiongkok melakukan upaya-upaya pencegahan agar virus Corona  tak masuk ke negaranya. Meskipun demikian, 2019-nCov tetap saja menyebar hingga ke Eropa dan Amerika. World Health Organization (WHO) akhirnya menyatakan COVID-19 sebagai pandemi global.

Tak terkecuali Indonesia  terinfeksi virus Corona ini. Pemerintah mengumumkan kasus pertama COVID-19 yang menimpa dua warga Depok setelah melakukan kontak dengan WNA Jepang. Hingga kini tercatat telah terjadi setidaknya 4.241 kasus positif dan akan terus bertambah sampai waktu yang tidak ditentukan. 

Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menekan angka pasien COVID-19. Sejauh ini pemerintah telah memberlakukan berbagai kebijakan seperti social distancing dan physical distancing. Namun pemerintah kembali mengeluarkan satu kebijakan lagi terkait penanggulangan COVID-19.

Dilansir dari Okezone.com, Presiden Jokowi telah meneken Peraturan Pemerintah  Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 19 (COVID-19} pada 31 Maret 2020 lalu. Peraturan ini dipertegas dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 yang merincikan tata pelaksanaan PSBB.

Beberapa wilayah diketahui telah memberlakukan kebijakan ini di wilayahnya masing-masing. Meskipun pada dasarnya kebijakan ini telah mendapat pertimbangan dari pemerintah pusat sebelum diberlakukan, tetap saja masih layaknya uang koin. Di satu pihak memang benar akan mempercepat pemutusan rantai penyebaran COVID-19. Tapi di pihak lain menimbulkan suatu keresahan bagi masyarakat menengah ke bawah terlebih lagi yang berprofesi sebagai pedagang kecil.

Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, para pedagang menumpukan kehidupannya pada kegiatan perdagangan yang dilakukannya. PSBB menghendaki pengurangan kegiatan yang mengumpulkan massa pada pelaksanaannya sehingga para pedagang terpaksa gulung tikar sementara waktu. Hal tersebut mengakibatkan mereka tak mempunyai penghasilan selama pemberlakuan PSBB.

Pada saat-saat seperti ini para pedagang kecil dihadapkan pada situasi "mati karena Corona" atau "mati karena kelaparan". Bantuan dari pemerintah saat ini sangat dibutuhkan khususnya untuk masyarakat menengah kebawah yang terdampak PSBB. Alangkah baiknya pemerintah pusat maupun daerah mengalokasikan sebagian besar dananya untuk pemenuhan kebutuhan rakyatnya selama masa PSBB di samping untuk penanggulangan COVID-19.

Pemerintah tidak boleh hanya mempertimbangkan aspek kesehatan saja. Pemerintah seharusnya juga mempertimbangkan "urusan perut" rakyat kecil. Setidaknya pemenuhan kebutuhan pokok dapat dijamin oleh pemerintah pada masa pemberlakuan PSBB.

Situasi genting saat ini diperlukan sinergi yang kuat antara pemerintah dan masyarakat. Pemerintah harus terus mengusahakan usaha yang paling efektif untuk menanggulangi wabah COVID-19 dan menjamin kebutuhan warganya selama pandemi. Begitu pula masyarakat diwajibkan menaati kebijakan-kebijakan penanggulangan pemerintah dalam rangka mendukung memutus rantai penyebaran COVID-19.

0 Komentar