Fakboi Love Story #3

Fakboi Love Story

Aku tak bisa melupakan kejadian kemarin. Ninda benar-benar membuatku kehilangan harga diri. Hanya cewek bodoh yang menolak hal romantis dari cowok sepertiku. Aku tak habis pikir dia akan merespon sedemikian berlebihan. Batinku meyakinkan agar aku membalas penghinaannya. Akibat peristiwa memalukan yang terjadi di restoranku kemarin, aku menjadi bahan gunjingan karyawanku. Aku tak menyalahkan mereka. Yang aku salahkan adalah cewek tak tahu diri itu. Dia juga tak menghubungiku sama sekali sejak dia pergi dari restoranku. Benar-benar kurang ajar. Tak ada rasa bersalah sedikit pun darinya. Bahkan aku tak menerima permintaan maaf apapun dari Ninda.

Lamunanku terpecah saat seseorang mengetuk pintu ruang kerjaku. Aku sedikit kesal karena dia datang di waktu yang tidak tepat. Ya, aku menikmati lamunanku tadi. Aku merasa meskipun sangat marah pada Ninda, aku tak dapat memungkiri bahwa aku menikmati saat melamunkannya. Ah mungkin perasaanku saja.

"Masuk" suruhku.

"Permisi, pak. Hanya mengingatkan kalau 30 menit lagi kita akan melakukan wawancara dengan kandidat karyawan yang telah lolos tes sebelumnya."  sekretarisku mengingatkan.

Astaga Tuhan, aku baru ingat kalau aku punya jadwal wawancara. Sudah berapa lama aku melamun tadi. Sekarang jarum jam menunjukkan pukul 10.30 pagi. Aku belum menyiapkan materi untuk wawancara nanti. Kuputuskan untuk menyiapkan materi dan sedikit mempelajari data calon karyawan. Aku disini menyeleksi calon karyawan bukan untuk restoranku, tapi untuk anak perusahaan ayahku yang semakin berkembang beberapa tahun ini. Semakin bertumbuhnya sebuah perusahaan, semakin banyak pula membutuhkan tenaga profesional untuk menjaga kestabilan perusahaan. Jadi, aku diperintahkan ayahku sendiri buat menyaring para kandidat yang pantas untuk anak perusahaannya. Disamping aku dipercayakan mengelola restorannya, aku juga diberi tanggung jawab oleh ayahku untuk memegang anak perusahaannya.

Syukurlah, kandidat karyawan hanya 7 orang. Aku mempelajari semua resume kandidat yang diberikan kepadaku. Kesemuanya berpengalaman dan tampaknya memiliki kemampuan. Namun ada satu kandidat yang merebut pandanganku. Nama yang tertera di cv-nya adalah Ninda Amelia Putri dengan desain cv yang cukup menarik dan sangat rapi. Kebanyakan pimpinan perusahaan atau HRD akan langsung tertarik membaca cv semacam ini. Sungguh pandai. Aku menampik bahwa itu adalah Ninda yang kubenci. Tapi semua itu sirna setelah aku melihat foto yang terlampir disana. Dapat kupastikan ini memang Ninda yang kukenal. Ternyata kau sedang mencari pekerjaan ya. Baiklah akan kuberi kau pekerjaan. Pekerjaan yang kupaketkan bersama pembalasan dendam.

Kandidat keenam telah selesai kuwawancarai. Saatnya tiba kandidat terakhir, Ninda. Aku berencana menjadikannya sekretaris pribadiku. Kebetulan sekretaris lama akan ditarik kembali ke perusahaan induk oleh ayahku. Aku tak tahu mengapa namun aku sangat senang bisa memanfaatkan situasi ini. Rasanya Dewi Fortuna berada di pihakku.

"Selanjutnya!"

Ninda memasuki ruangan dengan raut muka gembira namun agak terburu-buru. Rautnya berubah ketika dia menyadari ternyata aku lah yang mewawancarainya.

"Terkejut?" tebakku,

"Ternyata kamu pimpinan perusahaannya. Aku pergi saja, tak mungkin kamu menerimaku disini."

Ninda hendak pergi namun kuhentikan.

"Hei, beginikah sopan santunmu kepada pimpinan? Urusan pribadi jangan dibawa ke urusan pekerjaan. Seorang profesional pasti tahu itu."  

Ninda tampak berhenti melangkah. Kurasa aku berhasil memancingnya. Dia kemudian berbalik dan duduk di depanku. Persis di tempat kandidat lain sebelumnya.

"Jadi, pak, mari kita lanjutkan interview-nya. Saya berharap anda menerima saya di perusahaan ini. Saya akan melakukan yang terbaik untuk perusahaan Bapak ini."

"Kau kuterima."

"Apa? Bapak yakin?"

"Seratus persen. Sebagai sekretaris pribadi saya sendiri. Apa kau bersedia?"

"Tapi pak ..."

"Baiklah kalau tidak mau. Akan saya berikan posisi ini kepada kandidat lain." aku menggertak.

"Tunggu, pak. Baiklah saya bersedia."

"Bagus. Besok bisa langsung mulai kerja. Pakai pakaian rapi dan jangan pernah mengecewakan saya."

"Baik, pak, saya mengerti. Saya akan berusaha. Terima kasih sebelumnya."

Ninda membungkuk berterima kasih kemudian bergegas pergi. Pintu tertutup dan ruangan kembali hening. Detik-detik berlalu, aku terjatuh dalam lamunanku lagi. Interview tadi sedikit menyenangkanku. Setidaknya aku berhasil menggertaknya sekali. Setelah ini, akan kubuat kau tak berdaya di hadapanku. Kau sudah masuk ke dalam kolam dan kau harus tenggelam. Wajahnya membuatku ingin melemparkan sesuatu saking muaknya. Kau hanya seorang kecoak kecil bagiku. Butuh waktu yang tidak lama untuk memberimu pelajaran. Kau bersiap-siap saja, Nin.

Tak terasa sekarang sudah hampir sore. Aku membereskan barang-barangku. Sore ini aku ada jadwal di gym ayahku. Otot-ototku ini perlu kuberi asupan latihan agar tak merusak kesempurnaanku. Barang terakhir terlah kumasukkan dalam tas. Meja kerjaku pun sudah bersih. Aku selalu membersihkannya sendiri meskipun aku adalah bos di perusahaan ini. Hei aku kaya tapi aku bukan pemalas, kau tahu? Di pikiran sebagian orang, seorang bos pasti gemar sekali menyuruh-nyuruh orang karena mereka pemalas. Asal kalian tahu, perjuangan untuk menjadi bos perusahaan besar tidak semudah yang kalian bayangkan. Aku merasakannya sendiri. Aku melihatnya sendiri betapa ayahku berusaha keras agar perusahaan kecil yang ia bangun, bagaimana pun caranya, menjadi perusahaan besar. Ayahku setiap harinya hanya tidur selama 4 jam. Pagi, siang, malam ia dedikasikan untuk perusahaannya. Bahkan ia sering kali ditipu oleh rekannya. Suatu waktu ia bangkrut. Namun dirinya tak pernah menyerah. Itulah hebatnya ayahku.

Jadi, jangan kira proses menjadi sukses itu hanya sehari semalam. Kau membutuhkan kekonsistenan dan usaha yang keras untuk mencapainya. Ah mungkin kalian menganggapku membual saja. Terserah kalian mau bilang apa. Kalau kau ingin sukses, maka berusaha dan konsistenlah. Aku pun akan konsisten untuk membalaskan dendamku kepada Ninda. Seorang Sena tak akan pernah menyerah.

Aku turun ke lobi. Lobi itu terhubung ke lahan parkir mobil di sebelah bangunan inti perusahaan. Jadi aku tak perlu berjalan terlalu jauh kesana. Berderet-deret mobil terparkir disana tak terkecuali mobilku. BMW 6-Series putih dengan spoiler ala mobil balap. Maklum aku penyuka game mobil balap. Jadi aku memodifikasi mobilku mirip mobil balap. Tepat saat aku membuka pintu mobilku, seseorang mendorong pintu hingga pintu itu tertutup kembali. Siapa yang berani-beraninya berbuat seperti itu. Aku berbalik, kulihat seorang wanita yang sama persis saat interview terakhir tadi. Ninda.

"Sen, aku mau bicara sebentar sama kamu." Ninda tampak terburu-buru sama saat keluar ruanganku tadi.

"Apa yang kamu lakukan sih, Nin. Tiba-tiba muncul disini."

"Aku... Aku mau minta maaf, Sen. Soal kemarin di restoranmu. Maaf aku gak langsung ngehubungin kamu. Aku terlalu shock, Sen. Jujur aku punya sindrom. Sindrom ke hal=hal romantis kek kemarin. Aku terlalu takut meminta maaf ke kamu."

Apa? Sindrom terhadap hal=hal romantis? Gak salah tu? Ini cewek sehat gak sih.

"Oh, gitu."

"Iya, Sen. Kamu mau kan maafin aku. Aku sadar aku bikin kamu malu kemarin."

Aku memicingkan mata padanya. Kurasa dia serius meminta maaf.

"Baiklah aku maafin kamu. Tapi ada satu syarat."

"Syarat apa, Sen?"

"Makan malam bersamaku lagi. Sebagai ganti makan malam kemarin. Tenang saja, kali ini tidak ada romantis-romantisan."

"Baiklah, Sen kalo itu buat kamu bisa maafin aku."

"Jam 8 malam aku jemput kamu. Persis kayak sebelumnya. Dan, kenapa kamu bisa tahu kalo aku bakal kesini?"

"Oh itu aku nanya ke karyawan kamu. Aku nungguin disini daritadi."

"Oh begitu."

"Kalo gitu aku pamit pulang dulu ya, Sen. Makasih."

"Oke."


Ninda ternyata seorang yang pandai meluluhkan hati. Kemarahanku kepadanya sirna begitu saja. Apa aku saja yang selemah ini? Hanya dengan satu permintaan maaf dan aku langsung melemah padanya. Apa yang telah kau perbuat padaku. Aura yang diberikan Ninda mengalahkan aura ketampananku. Ah aku tak tahu. Yang pasti aku senang bisa berbaikan dengannya lagi. Kemarahan siang tadi perlahan usai dari dalam diriku. Kusadari aku hanya menginginkan permintaan maaf darinya.

[Bersambung]

Tunggu episode selanjutnya ya teman-teman. Pasti update kok. Kalian bisa follow Instagramku di @nunohjulio buat notifikasi kalau aku update. Stay tune ya kawanku!

1 Komentar

Anonim
Anonim mengatakan…
LANJUTKAN KAK!