Hukum Humaniter Internasional 2 (26 September 2022)

Hukum Humaniter Internasional
Mata Kuliah : Hukum Humaniter Internasional
Tanggal        : 26 September 2022
Dosen           : Mohammad Abdul Razak, S.H., M.H.
Pertemuan    : 3

  1. Hukum Humaniter Internasional adalah salah satu cabang ilmu dari Ilmu Hukum Internasional.
  2. Istilah Hukum Humaniter Internasional secara lengkap disebut International Humanitarian Law Applicable in Armed Conflict (Hukum Humaniter Internasional yang Berlaku dalam Sengketa Bersenjata).
  3. Istilah Hukum Humaniter Internasional berawal dari istilah Hukum Perang (Laws of War), yang kemudian sering disebut pula dengan istilah Hukum Sengketa Bersenjata (Laws of Armed Conflict), hingga kemudian bergeser menjadi istilah yang saat ini, yaitu Hukum Humaniter Internasional (International Humanitarian Law).
  4. Pada awalnya istilah Hukum Perang digunakan untuk menyatakan suatu aturan-aturan tentang perang antar negara. Terutama dalam Perang Dunia I dan Perang Dunia II.
  5. Karena trauma PD II yang menelan banyak korban di kalangan penduduk sipil, maka dilakukanlah upaya menghindarkan dan meniadakan perang dengan harapan agar dampak peperangan yang mengerikan tidak terjadi lagi.
  6. Upaya tersebut dapat ditelusuri melalui pembentukan Liga Bangsa-Bangsa (LBB) pasca PD I. Dalam Covenant LBB, anggota liga bersepakat untuk menjamin perdamaian dan keamanan sehingga para anggota menerima kewajiban untuk tidak memilih jalan perang apabila mereka terlibat dalam suatu permusuhan, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 12 Covenant LBB.
  7. Upaya lain yang dilakukan adalah pembentukan Paris Pact pada tahun 1928. Perjanjian ini disebut juga dengan The Briand-Kellog Pact. Isinya adalah 1) negara anggota dari perjanjian ini mengutuk adanya perang sebagai suatu cara penyelesaian dari suatu sengketa, 2) tidak mengakui perang sebagai alat kebijakan politik nasional, dan 3) para anggota sepakat akan menyelesaikan perselisihan mereka dengan jalan damai. Para anggota perjanjian ini menghindarkan diri dari perang sebagai penyelesaian konflik sehingga perjanjian ini dikenal juga dengan nama Treaty for The Renunciation of War.
  8. Dengan adanya kedua instrumen hukum tersebut, maka pada saat itu negara-negara saling bersepakat untuk mengutuk penyelesaian sengketa dengan jalan perang dan memberi cap "agresor" bagi negara yang tetap melakukannya. Suatu istilah atau label ini sangat tidak disukai oleh negara manapun di dunia ini.
  9. Walaupun upaya-upaya untuk menghindari penggunaan perang sebagai cara penyelesaian sengketa telah dilakukan, namun perang tetap saja terjadi di berbagai belahan dunia. Hanya saja dengan penyebutan yang berbeda yang diperhalus daripada istilah perang. Contohnya penggunaan istilah "insiden" (antara lain Insiden Manchuria antara China dan Jepang pada tahun 1932), "invasi", "operasi militer", "sengketa bersenjata", "aksi polisionil", dan sebagainya.
  10. Akibatnya adalah perang tetap terjadi, namun dengan baju atau cover yang berbeda, dengan mengganti istilah perang menjadi istilah yang lebih halus. Hal ini dilakukan karena negara-negara tidak ingin dicap sebagai negara "agresor".
  11. Penyebutan berbagai macam istilah yang telah disebutkan pada akhirnya berpengaruh dalam perubahan penggunaan istilah, dimana istilah "Perang" menjadi jarang digunakan. Negara-negara banyak menggunakan istilah "Sengketa Bersenjata" sebagai padanan untuk istilah "Perang".
  12. Perubahan penggunaan istilah di atas menyebabkan hukum yang mengaturnya juga mengalami pergeseran penyebutan sehingga jarang lagi terdengar penyebutan istilah "Hukum Perang". Istilah tersebut digantikan dengan istilah "Hukum Sengketa Bersenjata" atau "The Law od Armed Conflict". Istilah yang terakhir ini kemudian digunakan pula di dalam konvensi-konvensi Jenewa 1949.
  13. Pada permulaan abad ke-20, diusahakan untuk mengatur cara berperang, yang konsepsi-konsepsinya banyak dipengaruhi oleh asas kemanusiaan (humanity principle). Hal ini disebabkan oleh terbentuknya Universal Declaration of Human Rights sebagai suatu pernyataan universal mengenai penghormatan terhadap hak-hak fundamental dan hak-hak asasi manusia.
  14. Perkembangan di atas mendapatkan perhatian yang sangat besar, sebagaimana terlihat dalam beberapa konferensi internasional maupun resolusi dari organisasi internasional. Contohnya antara lain Resolusi Majelis Umum PBB No. 2444 tahub 1968 dan Resolusi Majelis Umim PBB No. 2675 tahun 1970.
  15. Resolusi Majelis Umum PBB No. 2444 tahun 1968 membahas mengenai penghormatan terhadap hak asasi manusia pada waktu sengketa bersenjata, yang dihasilkan pada tanggal 19 Desember 1968. Dalam ayat 1, Resolusi ini menegaskan kembali perlunya perlindungan penduduk sipil terhadap bahaya perang yang bersifat membabi buta serta perlunya penghormatan terhadap asas kemanusiaan baik di waktu perang maupun di waktu damai.
  16. Majelis Umum PBB dalam persidangannya di tahun 1969 mencantumkan topik mengenai penghormatan terhadap hak asasi manusia dalam sengketa bersenjata.
  17. Resolusi Majelis Umum PBB No. 2675 tahun 1970 menegaskan kembali perlunya penghormatan mengenai hak asasi manusia di dalam setiap jenis sengketa bersenjata.
  18. Penyebutan istilah "Hukum Perang" bergeser menjadi "Hukum Humaniter Internasional yang Berlaku dalam Sengketa Bersenjata" atau "International Humanitarian Law Applicable in Armed Conflict", atau sering disingkat dengan sebutan Hukum Humaniter.

0 Komentar