Hukum Perizinan 3 (27 September 2022)

Hukum Perizinan
Mata Kuliah    : Hukum Perizinan
Tanggal            : 27 September 2022
Dosen               : Siti Ngaisah, S.H., M.H.
Pertemuan        : 3

  1. Beschiking adalah keputusan yang menciptakan hubungan hukum, menyatakannya sebagai mengikat atau menghapuskannya serta keputusannya ditujukan pada akibat hukum yang saling kait mengait.
  2. Unsur-unsur Beschiking, yaitu 1) akibat hukum itu harus sebagai tindakan konstitutif, 2) keputusan harus definitif, 3) harus ada wewenang dinyatakan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum, 4) harus ada satu atau lebih akibat hukum dinyatakan, dan 5) akibat hukum itu memang jadi tujuan yang dimaksud.
  3. Tindakan Konstitutif (Mencipta) : Hanya dapat dikatakan ada Beschiking, bila akibat hukum ditimbulkan dari keputusan organ itu sendiri. Jadi akibat-akibat tidak muncul langsung dari undang-undang sendiri tetapi harus ada tindakan kreatif dari organ pemerintahan. Surat-surat dari organ pemerintahan memberi advis atau informasi umum tentang peraturan-peraturan undang-undang yang menjelaskan ketentuan-ketentuan.
  4. Keputusan Definitif : Ada Beschiking bila oleh keputusan kedudukan subjek atau objek definitif ditetapkan. Tindakan-tindakan persiapan dapat mendahului suatu Beschiking, namun dengan itu belum timbul akibat-akibat hukum. Definitif artinya final.
  5. Elemen pokok perizinan ada 10, yaitu 1) wewenang, 2) lembaga pemerintah, 3) peristiwa konkret, 4) proses dan prosedur, 5) persyaratan, 6) waktu penyelesaian izin, 7) biaya perizinan, 8) pengawasan penyelenggaraan izin, 9) penyelesaian pengaduan dan sengketa, dan 10) saknsi.
  6. Wewenang : Artinya adalah setiap tindakan hukum pemerintah baik dalam menjalankan fungsi peraturan maupun pelayanan harus didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu tanpa wewenang tidak dapat dibuat keputusan yuridis yang bersifat konkret.
  7. Ruang lingkup penggunaan wewenang itu memiliki 3 elemen, yaitu 1) mengatur, 2) mengontrol, dan 3) pemberian sanksi.
  8. Mengatur : Kewenangan mengatur berkaitan dengan tugas pemerintah dalam menjalankan fungsi mengatur. Sesuai dengan fungsi tersebut, kewenangan pemerintah mengeluarkan izin digunakan untuk mengatur tingkah laku warga agar aktivitas warga tidak mengganggu warga lain.
  9. Mengontrol : Kewenangan melakukan kontrol terhadap kehidupan masyarakat sangat berkaitan dengan tugas pemerintah yang berhubungan dengan tugas mengatur. Dimana pengontrolan kepada masyarakat dilakukan melalui pengaturan dengan mengadakan pembatasan-pembatasan tertentu kepada aktivitas masyarakat di bidang sosial, ekonomi, maupun bidang politik. Kewenangan mengontrol dimaksudkan agar masyarakat dapat lebih terarah dalam melakukan aktivitas sehingga tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan atau perintah yang diberikan oleh pemerintah berdasarkan peraturan hukum yang ada.
  10. Pemberian Sanksi/Penegakan Hukum : Kewenangan untuk memberikan sanksi sangat dominan dalam bidang hukum administrasi. Oleh karena itu, tidak ada manfaatnya bagi pejabat pemerintah dilengkapi kewenangan mengatur dan mengontrol tanpa ada kewenangan untuk menerapkan sanksi.
  11. Kewenangan yang dimiliki oleh badan/pejabat administrasi dalam melakukan tindakan nyata mengadakan peraturan ataupun keputusan dilandasi oleh kewenangan yang diperoleh secara atribusi, delegasi, maupun mandat.
  12. Menurut H. D. van Wijk/Willem Koniinenbelt dijelaskan sebagai berikut:
  13. Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan.
  14. Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya.
  15. Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya.
  16. Atrubusi bersifat asli berasal dari peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, organ pemerintahan memperoleh kewenangan secara langsung dari redaksi pasal tertentu dalam peraturan perundang-undangan. Dalam hal atribusi, penerima wewenang dapat menciptakan wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada.
  17. Pada delegasi tidak ada penciptaan wewenang, yang ada hanya pelimpahan wewenang dari pejabat yang satu kepada pejabat yang lainnya. Tanggung jawab yuridis tidak lagi berada pada pemberi delegasi tetapi beralih pada penerima delegasi.
  18. Sementara pada mandat, penerima mandat hanya bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat. Tanggung jawab akhir keputusan yang diambul penerima mandat tetap berada pada pemberi mandat.
  19. Izin merupakan bentuk kewenangan yang berupa pemberian keputusan oleh badan atau pejabat administrasi. Menurut P.M. Hadjon, menyatakan bahwa kewenangan membuat keputusan (izin) hanya dapat diperoleh dengan 2 cara, yaitu dengan atribusi dan delegasi.
  20. Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota diatur dalam Pasal 10 ayat 2 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Isinya yaitu Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan menjadi urusan Pemerintah.
  21. Urusan pemerintahan di daerah dijalankan berdasarkan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.
  22. Desentraslisasi : Penyerahan wewenang Pemerintah oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  23. Dekonsentrasi : Pelimpahan wewenang Pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
  24. Tugas Pembantuan : Penugasan Pemerintah kepada Daerah atau dari Pemerintah Provinsi kepada Kabupaten/Kota untuk melaksanakan tugas tertentu.
  25. Atas dasar ketiga asas tersebut kepentingan pemberian izin dibedakan atas 1) izin atas dasar kewenangan otonomi (Desentraslisasi), 2) izin atas dasar pelimpahan kewenangan dari Pemerintah kepada Gubernur dan/atau instansi vertikal (Dekonsentrasi), dan 3) izin sebagai pelaksanaan Tugas Pembantuan.
  26. Lembaga Pemerintah : Lembaga yang menjalankan urusan pemerintahan baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah. Pemerintah melalui tugas mengatur mempunyai makna bahwa pemerintah terlibat dalam penertiban dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan termasuk melahirkan sistem perizinan.
  27. Perizinan merupakan perangkat administratif yang digunakan untuk pengendalian perilaku orang supaya menyesuaikan pada sasaran bersama yang sudah ditentukan dalam hidup bermasyarakat.
  28. Peristiwa Konkret : Perizinan adalah sarana hukum yang bersifat kewenangan pemerintahan yang berwujud Keputusan Tata Usaha Negara (Beschiking) yang digunakan oleh aparat pemerintahan dalam menyikapi kejadian atau peristiwa yang bersifat konkret yang digunakan pada individu tertentu serta bersifat final. Artinya peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu, orang tertentu, tempat tertentu, dan fakta hukum tertentu disebut sebagai peristiwa konkret.
  29. Karena peristiwa konkret ini beragam, maka izin pun juga beragam. Izin yang jenisnya beragam dibuat dalam proses yang cara dan prosedurnya tergantung pada kewenangan pemberi izin, macam izin, dan struktur organisasi instansi yang menerbitkannya.
  30. Proses dan Prosedur : Proses dan prosedur perizinan tergantung dari jenis izin, tujuan izin, dan instansi pemberi izin. Dalam proses dan prosedur untuk menerbitkan izin ini jangan sampai terjadi Lack of Competences, dijelaskan di bawah ini.
  31. Pertama, proses perizinan membutuhkan pengetahuan, tidak hanya sebatas legal tetapi harus mempertimbangkan dampak yang akan ditimbulkan baik dampak jangka pendek maupun jangka panjang.
  32. Kedua, proses perizinan memerlukan dukungan aparatur, tidak hanya mengikuti tata aturan prosedurnya tetapi juga harus melihat hal-hal lain yang mendukung proses tersebut.
  33. Ketiga, perilaku aparat harus profesional dan mengedepankan customer relationship manakala berhubungan dengan pihak yang diberi layanan.
  34. Inti dari regulasi dan deregulasi proses perizinan adalah tata cara dan prosedur perizinan yang harus memenuhi nilai sebagai berikut: sederhana, jelas, tidak melibatkan banyak pihak, meminimalkan kontak fisik antar pihak yang melayani dengan yang dilayani, memiliki prosedur operasional standar dan wajib dikomunikasikan secara luas.
  35. Secara teoritis, terdapat asas-asas umum prosedur penetapan izin yang meliputi 1) permohonan, 2) acara persiapan, 3) pemberian keputusan, dan 4) susunan keputusan.
  36. Permohonan : Permohonan merupakan langkah awal dalam perizinan. Permohonan adalah permintaan yang berkepentingan akan suatu keputusan sehingga setiap penetapan izin harus didasarkan pada permohonan dari pihak yang berkepentingan atas dikeluarkannya keputusan (izin).
  37. Acara Persiapan dan Peran Serta Masyarakat (Inspraak) : Kedudukan izin sebagai KTUN adalah bersifat keputusan bebas. Hal ini mengandung pengertian bahwa dalam penetapannya, izin tidak hanya didasarkan pada norma hukum administrasi yang tertulis, tetapi juga didasarkan pada norma hukum yang tidak tertulis, yaitu Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).
  38. Acara persiapan ditujukan kepada tiap-tiap permohonan izin. Hal ini dimaksudkan bahwa pemerintah sebagai instansi pemberi keputusan memberikan kesempatan bagi masyarakat dan instansi lain yang terkait untuk memberikan masukan atau pertimbangan terhadap permohonan izin. Atas adanya masukan-masukan tersebut, pemerintah dapat menggunakannya sebagai bahan pertimbangan untuk menetapkan izin agar izin tersebut tidak menimbulkan hal-hal yang butuk dan merugikan siapapun. Peran serta masyarakat (inspraak) dapat dilakukan berbagao macam cara, antara lain musyawarah dengar pendapat maupun memberikan masukan secara tertulis kepada instansi yang menetapkan izin atau cara-cara lain yang telah ditentukan.
  39. Pemberian Keputusan : Keputusan pemerintah atas permohonan izin yang diajukan oleh pihak yang berkepentingan terdiri dari 3 jenis, yaitu 1) permohonan tidak dapat diterima, 2) penolakan izin, dan 3) pemberian izin (keputusan yang menyatakan permohonan tidak dapat diterima dikarenakan bukan karena substansi izin melainkan karena tidak lengkapnya persyaratan administrasi.
  40. Keputusan permohonan tidak dapat diterima disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut, 1) permohonan bukan diajukan oleh yang berkepentingan, 2) permohonan diajukan setelah lewat jangka waktu yang ditetapkan, dan 3) permohonan diajukan bukan kepada instansi yang berwenang.
  41. Penolakan izin terjadi apabila ada keberatan-keberatan mengenai isi terhadap pemberian izin. Dalam hal ini asas-asas yang menjadi dasar penolakan terhadap suatu izin harus dicantumkan dalam keputusan penolakan. Pemberian izin merupakan keputusan yang mengabulkan permohonan izin. Pemberian izin harus didasarkan pada pertimbangan yang baik oleh pemerintah dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan dan AUPB.
  42. Susunan Keputusan Perizinan : Bagian terpenting dari keputusan perizinan adalah diktum, uraian isi mufakat yang diberikan dengan izin, dan ketentuan-ketentuan pembatasan-pembatasan atau syarat-syarat yang diberikan pada izin. Di samping itu, keputusan sering pula memuat pemberian alasan, di mana ketentuan-ketentuan undang-undang yang diterapkan, penetapan fakta oleh organ pemerintah dan pertimbangan-pertimbangan hukum yang dilakukan oleh organ pemerintahan dan pertimbangan-pertimbangan hukum yang dilakukan organ dicantumkan.
  43. Persyaratan : Pada dasarnya persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemegang izin itu sifatnya konstitutif dan kondisional.
  44. Konstitutif maksudnya adalah ketentuan mengenai persyaratan tersebut sudah ditentukan lebih dulu dalam norma hukum positif. Bisa juga berarti bahwa suatu perbuatan  atau tingkah laku tertentu yang dijadikan syarat perizinan wajib dilengkapi dulu baru izin dikeluarkan, bila tidak dilakukan dapat dikenakan hukuman.
  45. Kondisional berarti pemeriksaan terhadap syarat-syarat yang ditentukan baru dilakukan setelah perbuatan-perbuatan atau kegiatan yang disyaratkan itu terjadi.
  46. Persyaratan perizinan berupa dokumen kelengkapan atau surat-surat. Kriteria perbaikan sistem perizinan adalah 1) tertulis dengan jelas, 2) memungkinkan untuk dipenuhi, 3) berlaku universal, dan 4) memperhatikan spesifikasi teknis dan aspek lainnya yang terkait termasuk memenuhi ketentuan internasional.
  47. Waktu Penyelesaian Izin : Harus ditentukan oleh instansi yang bersangkutan dengan melibatkan elemen masyarakat dalam memutuskan standar waktu, di mulai saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan. Dimensi waktu selalu melekat karena adanya tata cara dan prosedur yang harus ditempuh dalam mengurus perizinan.
  48. Kriteria yang harus dipenuhi adalah 1) disebutkan dengan jelas jangka waktu penyelesaian suatu produk izin, 2) waktu yang ditetapkan sesingkat mungkin, tidak menunda-nunda penyelesaian suatu produk, 3) pengambilan keputusan mengenai jangka waktu penyelesaian permohonan perizinan harus melibatkan masyarakat atau pihak terkait, dan 4) dipublikasikan seluas-luasnya beserta mekanisme, prosedur, dan syarat-syarat serta nominal biaya.
  49. Biaya Perizinan : Penetapan besaran biaya pelayanan izin perlu memperhatikan hal-hal seperti 1) rincian biaya harus jelas untuk suatu perizinan, khususnya yang memerlukan tindakan seperti penelitian, pemeriksaan, pengukuran, dan pengajuan, dan 2) ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan dan memperhatikan prosedur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
  50. Syarat-syarat biaya perizinan adalah 1) disebutkan dengan jelas, 2) terdapat (mengikuti) standar nasional, 3) tidak ada pengenaan biaya lebih dari sekali untuk setiap objek (syarat) tertentu, 4) perhitungan didasarkan pada tingkat real cost (biaya yang sebenarnya), dan 5) besarnya biaya diinformasikan/diumumkan (published) secara luas kepada masyarakat.
  51. Pengawasan Penyelenggaraan Izin : Kinerja pelayanan perizinan harus diakui memang masih belum baik sekali, hal ini disebabkan oleh 1) tidak ada sistem insentif untuk melakukan perbaikan, 2) buruknya tingkat pengambilan inisiatif dalam pelayanan perizinan, yang ditandai dengan tingkat ketergantungan yang tinggi pada aturan formal (rule driven) dan petunjuk pimpinan dalam melakukan tugas pelayanan, 3) budaya aparatur yang masih kurang disiplin dan sering melanggar aturan, 4) budaya paternalistik yang tinggi, artinya aparat menempatkan pimpinan sebagai prioritas utamas, bukan kepentingan masyarakat.
  52. Antisipasi terhadap tuntutan pelayanan yang baik dalam Pasal 59 UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik mengamanatkan agar masyarakat dilibatkan dalam pengawasan pelayanan publik.
  53. Penyelesaian Pengaduan dan Sengketa : Terdiri dari dua komponen, yaitu Pengaduan dan Sengketa yang akan dijelaskan pada poin selanjutnya.
  54. Pengaduan : Unit pelayanan harus menyediakan loket/kotak pengaduan dan berbagai sarana pengaduan lainnya dalam upaya menyelesaikan pengaduan masyarakat. Unsur-unsur mekanisme pengaduan yang baik dan benar antara lain 1) penentuan prioritas yang masuk ke loket atau kotak pengaduan dan berbagai sarana pengaduan lainnya, 2) adanya prosedur penyelesaian pengaduan, 3) adanya petugas/pejabat yang secara khusus bertanggung jawab atas pengaduan, dan 4) adanya standar waktu penyelesaian pengaduan.
  55. Sengketa : Penyelesaian sengketa hukum perizinan bisa melalui jalur hukum, yakni melalui mediasi, ombudsman, atau pengadilan. Regulasi dan deregulasi perizinan yang menjunjung tinggi good governance harus diwujudkan dalam mekanisme komplain dan penyelesaian sengketa karena adanya berbagai pihak yang terlibat. Hal-hal yang harus diperhatikan antara lain 1) prosedur sederhana dan dapat dibuka (diakses) secara luas, 2) menjaga kerahasiaan pihak yang melakukan komplain, 3) menggunakan berbagai media, 4) dilakukan penyelesaian sesegera mungkin, dan 5) membuka akses penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan maupun non pengadilan.
  56. Sanksi : Sebagai produk publik, regulasi dan deregulasi perizinan di Indonesia perlu memperhatikan materi sanksi antara lain 1) disebutkan dengan jelas terkait dengan unsur-unsur yang dapat diberi sanksi dan sanksi apa yang akan diberikan, 2) jangka waktu pengenaan sanksi harus disebutkan, dan 3) mekanisme pengguguran sanksi.
  57. Mengenai sanksi administrasi diikuti sanksi pidana, sasaran penerapannya ditujukan pada pelaku dan sifat sanksi ini adalah reparatoir-condemnatoir, artinya kewajiban untuk melakukan pemulihan kembali pada keadaan semula dan memberikan hukuman condemnatoir. Prosedur sanksi dapat dilakukan secara langsung oleh pemerintah tanpa melalui peradilan tetapi prosedur penerapan sanksi harus melalui peradilan.

Baca juga:

0 Komentar