Hukum Acara Perdata 2 (28 September 2022)

Hukum Acara Perdata
Mata Kuliah     : Hukum Acara Perdata
Tanggal            : 28 September 2022
Dosen               : Wahyu Tris Haryadi, S.H., M.H.
Pertemuan        : 3

  1. Dalam Hukum Acara Perdata terdapat 12 asas di dalamnya, yaitu 1) hakim bersifat menunggu, 2) hakim bersifat pasif, 3) persidangan terbuka untuk umum, 4) mendengar kedua belah pihak, 5) putusan harus disertai dengan alasan-alasan (motievering Plicht), 6) berperkara dikenai biaya, 7) tidak ada keharusan untuk mewakilkan, 8) beracara tidak harus diwakilkan, 9) peradilan dilakukan "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa", 10) Objektivitas, 11) persidangan berbentuk majelis, dan 12) pemeriksaan dalam dua tingkat.
  2. Asas hakim bersifat menunggu artinya inisiatif mengajukan tuntutan hak diserahkan sepenuhnya kepada yang berkepentingan (penggugat dan tergugat). Asas ini terdapat dalam Pasal 118 HIR/142 RBg). Hakim tidak boleh menolak memeriksa dan mengadili perkara yang diajukan kepadanya dengan alasan hukumnya tidak ada atau kurang jelas. Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Hal ini terdapat dalam Pasal 5 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
  3. Asas hakim bersifat pasif artinya ruang lingkup atau luas sempitnya pokok perkara ditentukan oleh para pihak yang berperkara, bukan oleh hakim. Pengadilan membantu para pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. Asas ini terdapat dalam Pasal 4 ayat 2 UU No. 48 Tahun 2009. Hakim tidak boleh menjatuhkan putusan melebihi dari apa yang dituntut. Hal ini terdapat dalam Pasal 178 ayat 2 dan 3 HIR/189 ayat 2 dan 3 RBg. Asas yang kedua ini disebut Ultra Petita.
  4. Asas persidangan terbuka untuk umum artinya setiap orang diperbolehkan hadir dan mendengarkan pemeriksaan perkara, kecuali pemeriksaan perkara yang dinyatakan tertutup seperti perkara perceraian atau pemerkosaan. Asas ini memiliki fungsi kontrol, yaitu masyarakat dapat menilai apakah hakim dalam memeriksa perkara berlaku adil atau sebaliknya. Asas ini terdapat dalam Pasal 13 ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009.
  5. Asas mendengar kedua belah pihak disebut juga Audi Et Alteram Partem.
  6. Asas beracara tidak harus diwakilkan artinya para pihak bisa langsung berperkara secara mandiri tanpa bantuan advokat.
  7. Asas peradilan dilakukan "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa" merupakan asas untuk menguji moralitas seorang hakim dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara.
  8. Asas objektivitas artinya hakim mengadili setiap perkara tidak dengan membeda-bedakan orang. Asas ini terdapat dalam Pasal 4 ayat 2 UU No. 48 Tahun 2009.
  9. Asas persidangan berbentuk majelis artinya pengadilan memeriksa perkara dengan susunan majelis sekurang-kurangnya dengan 3 hakim, kecuali UU menentukan lain. Asas ini terdapat dalam Pasal 11 ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009.
  10. Asas pemeriksaan dalam 2 tingkat artinya pemeriksaan dilakukan melalui Judex Factie dan Judex Jurist.
  11. Judex Factie merupakan istilah yang merujuk pada pihak Pengadilan Negeri yang digunakan pada saat banding.
  12. Judex Jurist merupakan istilah yang merujuk pada pihak Pengadilan Tinggi yang digunakan pada saat kasasi.

Klik disini untuk meninjau UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

Baca juga:

0 Komentar